Bahagia sering dihubungkan dengan sukses-sukses duniawi. Orang yang meraih kekayaan, kedudukan tinggi, dan popularitas sering disebut sebagai orang yang berbahagia. Padahal itu hanya kebahagiaan semu dan banyak orang yang berbahagia secara semu. Tidak sedikit di antara mereka yang sukses duniawi, ternyata hidup menderita, bahkan hingga bunuh diri. Rasa bahagia berhubungan dengan suasana hati, yakni hati yang sehat (qalbun salīm); sedangkan suasana hati hanya bisa diciptakan melalui iman dan mengikuti petunjuk Al-Quran.
A. Menelusuri Konsep dan Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan Kebahagiaan
Menurut Al-Alusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai keinginan/cita-cita yang dituju dan diimpikan. Pendapat lain menyatakan bahwa bahagia atau kebahagiaan adalah tetap dalam kebaikan, atau masuk ke dalam kesenangan dan kesuksesan.
Mungkin Anda pernah mendengar, ada teman yang mengatakan, “Saya bahagia sekali karena saya memperoleh nilai bagus dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam.” Ada juga yang mengatakan, “Saya bahagia karena mendapatkan beasiswa”; “Saya bahagia bisa berkenalan dengan Anda”; “Saya bahagia bisa meneruskan kuliah ke luar negeri dengan beasiswa”; atau “Saya bahagia karena bisa menyelesaikan kuliah S1 tepat waktu dengan nilai amat baik.” Kalau Anda bertanya kepada teman Anda, misalnya, apa tujuan hidup? Ia akan menjawab bahwa tujuan hidup adalah sa’ādah di dunia dan sa’ādah di akhirat, bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Berbeda dengan konsep di atas, Ibnul Qayyim al-Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan itu adalah perasaan senang dan tenteram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik. Hati yang sehat dan berfungsi dengan baik bisa berhubungan dengan Tuhan pemilik kebahagiaan. Pemilik kebahagiaan, kesuksesan, kekayaan, kemuliaan, ilmu, dan hikmah adalah Allah. Kebahagiaan dapat diraih kalau dekat dengan pemilik kebahagiaan itu sendiri yaitu Allah Swt.
Dalam kitab Mīzānul ‘Amal, Al-Ghazali menyebut bahwa as- sa’ādah (bahagia) terbagi dua, pertama bahagia hakiki; dan kedua, bahagia majasi.
• Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi
Kebahagiaan ukhrawi akan diperoleh dengan modal iman, ilmu, dan amal. Sedangkan
• kebahagiaan majasi adalah kebahagiaan duniawi.
Adapun kebahagiaan duniawi bisa didapat oleh orang yang beriman dan bisa didapat oleh orang yang tidak beriman. Ibnu ‘Athaillah mengatakan, “Allah memberikan harta kepada orang yang dicintai Allah dan kepada orang yang tidak dicintai Allah, tetapi Allah tidak akan memberikan iman kecuali kepada orang yang dicintai-Nya.”
Jika kita membuka kembali pendapat Ibnul Qayyim al-Jauziyyah bahwa untuk menggapai kebahagiaan itu mengharuskan adanya kondisi hati yang sehat (qalbun salīm), maka yang perlu kita lakukan adalah mengetahui karakteristik hati yang sehat dan cara mengobati hati yang sakit agar hati dapat kembali sehat. Karakteristik hati yang sehat dan cara agar hati selalu sehat adalah sebagai berikut.
1. Hati menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat. Adapun makanan yang paling bermanfaat untuk hati adalah makanan “iman”, sedangkan obat yang paling bermanfaat untuk hati adalah Al-Qur'an.
2. Selalu berorientasi ke masa depan dan akhirat. Untuk sukses pada masa depan, kita harus berjuang pada waktu sekarang. Orang yang mau berjuang pada waktu sekarang adalah pemilik masa depan, sedangkan yang tidak mau berjuang pada waktu sekarang menjadi pemilik masa lalu. Nabi Muhammad saw. berkata kepada Abdullah bin Umar r.a. “Hiduplah kamu di muka bumi ini laksana orang asing atau orang yang sedang bepergian dan siapkan dirimu untuk menjadi ahli kubur.” (HR Bukhari).
3. Tidak pernah lupa dari mengingat Allah (berzikir kepada Allah), tidak berhenti berkhidmat kepada Allah, dan tidak merasa senang dengan selain Allah Swt.
4.Jika sesaat saja lupa kepada Allah segera ia sadar dan kembali mendekat dan berzikir kepada-Nya
5. Jika sudah masuk dalam salat, maka hilanglah semua kebingungan dan kesibukan duniawinya dan segera ia keluar dari dunia sehingga ia mendapatkan ketenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan dan berlinanglah air matanya serta bersukalah hatinya.
6. Perhatian terhadap waktu agar tidak hilang sia-sia melebihi perhatian kepada manusia lain dan hartanya.
7. Hati yang sehat selalu berorientasi kepada kualitas amal bukan kepada amal semata. Oleh sebab itu, hati selalu ikhlas, mengikuti nasihat, mengikuti sunnah, dan selalu bersikap ihsan.
Yang perlu kita ketahui berikutnya adalah faktor-faktor yang menyebabkan hati manusia menjadi sakit. Dengan kata lain dapat dikatakan beberapa sebab yang dapat merusak hati manusia. Untuk menjawab persoalan ini, Anda dapat menelusurinya dalam kitab Thibb al-Qulūb, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik.
Tidak ada yang merusak manusia kecuali manusia. Sebaliknya, tidak ada yang dapat memperbaiki manusia kecuali manusia yang baik. Bukankah Abu Thalib sulit menghindar dari rongrongan kuffār Quraisy sehingga ia dihalangi mengucapkan dua kalimah syahadat. Seandainya kuffār Quraisy tidak terus-menerus menguntitnya, kemungkinan Abu Thalib tidak akan susah untuk mengucapkan dua kalimah syahadat.
Allah menyatakan, “Teman-teman pada hari itu sebagian mereka atas sebagian menjadi musuh kecuali orang-orang yang bertakwa” (QS Al-Ahzab/33: 67).
Betapa besar pengaruh pergaulan dalam kehidupan seseorang, Anda dapat membaca ayat-ayat yang lain, misalnya: (QS Al-Furqan/25: 27-29), (QS Al-‘Ankabut/29: 25).
Dalam kehidupan sehari-hari, Anda dapat menyaksikan orang yang baik bisa terbawa jelek karena bergaul dengan teman-temannya yang jelek. Perilaku teman yang jelek itu, misalnya, sering bolos kuliah, sering begadang semalaman, sering bermain ke luar rumah malam-malam, malas mengerjakan tugas-tugas kuliah atau bisa jadi terbawa menggunakan narkoba dan lain-lain.
2. At-Tamannī (berangan-angan).
Berangan-angan identik dengan menghayal. Menghayal itu impian tanpa usaha dan ikhtiar, bagaikan lautan tanpa tepi. Angan-angan adalah modal para pecundang dan merugi. Angan-angan adalah mimpi orang-orang yang tidur pada siang hari, setelah bangun baru ia sadar bahwa ia sedang dalam mimpi. Impian bagi orang-orang yang berusaha (ikhtiar) dengan dasar iman dan ilmu adalah cita-cita.
Rasulullah bersabda, “Orang yang cerdik adalah orang yang menundukan nafsunya dan beramal untuk bekal setelah kematiannya. Dan orang lemah adalah orang yang keinginannya mengikuti nafsunya dan berangan-angan kosong terhadap Allah Swt.” (HR Ad-Daruqutni).
3. Menggantungkan diri kepada selain Allah
Menggantungkan diri kepada selain Allah adalah perkara yang paling merusak hati manusia. Tidak ada sesuatu yang lebih merusak hati manusia melebihi ’menggantungkan diri kepada selain Allah’. Dalam QS Maryam Allah berfirman, ”Mereka menjadikan ilah selain Allah agar mereka memberikan kemuliaan. Sekali kali-kali tidak, mereka akan mengingkari karena diibadahi dan mereka akan menjadi musuh.” (QS Maryam/8: 82).
Manusia memiliki kesempatan yang sama untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa perantara, tanpa wasilah, dan tanpa gantungan kepada orang lain. Allah berfirman, “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah/2: 186)
4. Asy-Syab’u (terlalu kenyang)
Kekenyangan terbagi dua, pertama, kenyang dengan barang haram “li zātihi”, misalnya, kenyang karena makan bangkai, darah, daging babi, anjing, burung yang punya cengkraman kuat, atau makan bintang yang bertaring. Kedua, kenyang dengan makan perkara yang haram “li ghairihi”, misalnya, kenyang karena makan makanan hasil curian, barang yang digasab, atau barang yang didapat tanpa ada rida dari pemiliknya.
Ada lagi jenis kenyang disebabkan makan sesuatu yang mubah tetapi secara berlebihan, seperti berlaku israf (berlebihan) dalam makan yang halal. Perilaku ini (israf) tidak sehat, merusak organ tubuh dan merusak hati. Nabi Muhammad bersabda, “Barang siapa makan banyak, maka akan minum banyak, lalu tidur banyak, akhirnya ia merugi dengan banyak.”
5. Terlalu banyak tidur
Banyak tidur dapat mematikan hati, memberatkan badan, menyia-nyiakan waktu, dapat menimbulkan kelupaan dan kemalasan. Tetapi tidak selamanya tidur itu buruk, malah ada tidur yang sangat bermanfaat yaitu ketika kita sangat mengantuk. Jika kita sangat mengantuk, maka tidak ada obatnya kecuali tidur. Tidur pada awal malam bahkan sangat baik, terpuji dan lebih bermanfaat bagi badan daripada tidur pada akhir malam. Tidur pada tengah hari lebih baik daripada tidur pada awal (pagi hari) atau pada akhir hari (petang hari), terutama tidur setelah asar sangat tidak dianjurkan.
6. Berlebihan melihat hal-hal yang tidak berguna
Berlebihan melihat hal-hal yang tidak berguna dapat berpengaruh terhadap kesucian hati. Fitnah itu awalnya dari pandangan mata, sebagaimana disebutkan dalam hadis bahwa “Pandangan mata itu adalah racun yang dilepas dari panah Iblis. Barang siapa dapat mengendalikan matanya karena Allah, maka Allah akan memberinya kenikmatan yang ia rasakan dalam hatinya sampai pada hari yang ia bertemu dengan-Nya. Peristiwa besar biasanya berawal dari kelebihan pandangan, betapa banyak pandangan yang berakibat kerugian besar yang tak terkirakan.
7. Berlebihan dalam berbicara
Berlebihan dalam berbicara dapat membuka pintu-pintu kejelekan dan tempat masuknya setan. Mengendalikan bicara yang berlebihan dapat menutup pintu-pintu itu. Dalam hadis riwayat Tirmizi disebutkan, “Ada seorang sahabat Anshar meninggal. Sebagian sahabat berkata, ‘bahagialah dia’. Lalu Nabi Muhammad berkata, ‘Apa yang kamu ketahui tentang dia? Siapa tahu ia berbicara mengenai hal-hal yang tidak ada gunanya, atau ia pelit dengan apa yang tidak berguna baginya?’”
Note :
Sebenarnya materi tentang bagaimana agama menjamin kebahagiaan masih banyak sekali, materi yang di tulis disini adalah materi yang gua sampaikan di kelas.
Note :
Sebenarnya materi tentang bagaimana agama menjamin kebahagiaan masih banyak sekali, materi yang di tulis disini adalah materi yang gua sampaikan di kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar