PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
DOSEN PENGAMPU : FITRI SILVIA SOFYAN, M.Pd
FAKULTAS BISNIS DAN ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI 2018
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN
KARAWANG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Etika
2.1.1 Nilai
2.1.2 Moral
2.1.3 Norma
2.1.4 Aliran Etika
2.2 Etika Pancasila
2.2.1 Urgensi pancasila sebagai sistem etika
2.2.2 Alasan diperlukannya pancasila sebagai sistem etika
2.2.3 Menggali sumber historis, sosiologis dan politis
2.2.4 Argumen dinamika dan tantangan pancasila sebagai sistem etika
2.3 Esensi pancasila sebagai sistem etika
2.4 Penerapan nilai-nilai pancasila di lingkungan kampus
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nyalah penyusun mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Meskipun ada kesibukan dalam pekerjaan yang dihadapi oleh penyusun makalah ini akhirnya selesai dengan melalui proses yang cukup singkat, yaitu sekitar satu minggu. Dimulai sejak tanggal 10 November 2018 sampai dengan 15 November 2018.
Makalah yang berisi tentang “Bagaimana Pancasila Menjadi Sistem Etika” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi nilai kelompok dan nilai presentasi mata kuliah pendidikan pancasila dan diharapkan melalui makalah ini penyusun dan pembaca dapat memahami tentang nilai-nilai etika dalam pancasila serta senantiasa mengamalkannya dalam segala aspek kehidupan. Melalui makalah ini juga penyusun diharapkan dapat lebih memahami dan menerapkan metode penulisan karya ilmiah dengan baik.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan tugas pembuatan makalah ini, karena penyusun dapat belajar lebih tentang beretika pancasila. Juga tak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada laptop second lenovo yang setia menemani kepusingan ketika menyusun makalah ini dan telepon seluler pintar nokia yang bersedia membagi internet untuk mencari bahan materi. Terimakasih untuk blog-blog dan website yang tulisannya bersedia di copy paste, tapi tenang rujukan materi ada di daftar pustaka dan tidak semua copy paste.
Tentu saja makalah ini masih amat sederhana dan jauh dari sempurna sehingga penyusun berharap kritik dan saran yang membangun dari teman-teman pembaca dan dosen pengampu agar pada penulisan makalah selanjutnya terdapat perkembangan yang baik.
Harapan penyusun adalah semoga pembuatan makalah ini dapat memberikan inspirasi dan pemahaman teman-teman pembaca dalam beretika pancasila serta dapat menerapkannya dimana saja agar kelestarian moral dan etika tetap terjaga utuh untuk warisan generasi mendatang.
Karawang, 15 November 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia yang memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu sistem etika”. Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah, sopan santun, dll.
Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai kesatuan.
Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab didunia. Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan dapat ditinggalkan, karena pancasila wajib diamalkan oleh warga Negara Indonesia. Alasan lain karena bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan etika bukan hal yang susah dan gampang untuk dilakukan, karena etika berasal dari tingkah laku, perkataan, perbuatan, serta hati nurani kita masing-masing.
Akhir-akhir ini kita sering menemui fenomena dimana nilai-nilai pancasila sudah mulai luntur dan bahkan menghilang dari kehidupan bermasyarakat di negeri ini. Masalah-masalah yang bertentangan dengan pancasila tumbuh subur ditengah masyarakat indonesia. Maka dari itu pentingnya pemahaman kita terhadap “Pancasila Menjadi Sistem Etika” agar kita dapat beretika pancasila. Melalui makalah ini kita dapat sedikit gambaran tentang pancasila menjadi sistem etika dan pemahaman etika dari nilai-nilai pancasila. Semoga pesan dalam makalah ini dapat tersampaikan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dituliskan di atas kami merumuskan beberapa masalah sebagai pembahasan dalam makalah ini. Rumusan masalah ini kami sesuaikan dengan judul makalah dan point-point penting pancasila menjadi sistem etika. Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimana memahami makna dari etika?
2. Apa yang dimaksud dengan etika pancasila?
3. Bagaimana memaknai esensi pancasila sebagai sistem etika?
4. Bagaimana cara menerapkan nilai-nilai pancasila di lingkungkan kampus?
1.3 Tujuan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan pancasila pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran dan pemahaman kepada teman-teman mahasiswa tentang beretika dalam pancasila. Jika dituliskan dalam bentuk angka tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pembaca dapat memahami makna dari etika
2. Pembaca dapat memahami maksud dari pancasila sebagai sistem etika
3. Pembaca dapat memaknai esensi pancasila sebagai sistem etika
4. Pembaca khususnya mahasiswa dapat mengetahui penerapan nilai-nilai pancasila di lingkungan kampus
Tujuan lain dalam pembuatan makalah ini bisa juga berlaku bagi penyusun melalui pembuatan makalah ini penyusun dapat mengerti dan paham tentang beretika dalam pancasila sebagai bentuk usaha menjaga nilai, norma, dan moral bangsa indonesia sebagai bangsa yang memiliki etika yang baik, ramah, dermawan, toleransi, berketuhanan dll.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6). Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).
Berbicara sistem etika ada tiga konsep yang berkaitan erat yaitu nilai, moral dan norma. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
2.1.1 Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Menurut Djahiri (1999) nilai adalah harga, makna, isi, dan pesan, semangat atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan dan menentukan perilaku seseorang karena nilai dijadikan standar perilaku.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
2.1.2 Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
2.1.3 Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma. Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya) Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
- Norma agama: adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada agama.
- Norma kesusilaan: adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani, moral atau filsafat hidup.
- Norma hukum: adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada UU suatu Negara tertentu.
- Norma sosial: adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia dalam masyarakat.
2.1.4 Aliran-aliran Etika
1. Etika keutamaan atau etika kebajikan : adalah teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya kepada keberadaan manusia, lebih menekankan pada What should I be?, atau “saya harus menjadi orang yang bagaimana?”. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati, ksatriya, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama, berani, santun, jujur, terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja), disiplin, mandiri, bijaksana, peduli, dan toleran (Mudhofir, 2009: 216--219)
2. Etika teleologis : adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Seseorang yang mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asasasas moral yang tertinggi, akan tetapi hasil tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secara moral sebagai tindakan yang tidak etis.
3. Etika deontologis : adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat. Kewajiban moral mengandung kemestian untuk melakukan tindakan. Pertimbangan tentang kewajiban moral lebih diutamakan daripada pertimbangan tentang nilai moral.
2.2 Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku masyarakat Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang lain.
2.2.1 Urgensi pancasila sebagai sistem etika
Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi bangsa Indonesia sebagai berikut. Pertama, banyaknya kasus korupsi yang melanda negara Indonesia sehingga dapat melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, masih terjadinya aksi terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga dapat merusak semangat toleransi dalam kehidupan antar umat beragama, dan meluluhlantakkan semangat persatuan atau mengancam disintegrasi bangsa. Ketiga, masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara, seperti: kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan Yogyakarta, pada tahun 2013 yang lalu. Keempat, kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kehidupan masyarakat Indonesia. Kelima, ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia, seperti putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba asal Australia Schapell Corby. Keenam, banyaknya orang kaya yang tidak bersedia membayar pajak dengan benar, seperti kasus penggelapan pajak oleh perusahaan, kasus panama papers yang menghindari atau mengurangi pembayaran pajak. Kesemuanya itu memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya peran dan kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat menjadi tuntunan atau sebagai Leading Principle bagi warga negara untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Hal-hal penting lainnya yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika meliputi hal-hal sebagai berikut: Pertama, meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil setiap warga negara. Kedua, Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupun internasional. Ketiga, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa Pancasilais. Keempat, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.
2.2.2 Alasan diperlukannya pancasila menjadi sistem etika
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem penyelenggaraan negara. Anda dapat bayangkan apabila dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi guidance atau tuntunan bagi para penyelenggara negara, niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh dekadensi moral, antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
Kedua, korupsi akan merajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good) dan buruk (bad).
Ketiga, kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak. Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal peranan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai APBN. Pancasila sebagai sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik. Dengan kesadaran pajak yang tinggi maka program pembangunan yang tertuang dalam APBN akan dapat dijalankan dengan sumber penerimaan dari sektor perpajakan.
Keempat, pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-lain.
Kelima, kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat.
2.2.3 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
* Sumber historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hirukpikuk perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah satu bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan inilah yang menciptakan korupsi di berbagai kalangan penyelenggara negara.
* Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.
* Sumber politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri.
2.2.4 Argumen tentang dinamika dan tantangan Pancasila sebagai sistem etika
* Argumen tentang dinamika pancasila sebagai sistem etika
Beberapa argumen tentang dinamika Pancasila sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama, pada zaman Orde Lama, pemilu diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak partai politik, tetapi dimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Nahdhatul Ulama (PNU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman Orde Lama mengikuti sistem etika Pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak Orde Baru bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama dianggap terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi terpimpin, yang cenderung otoriter.
Kedua, pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan manusia yang berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde Baru, artinya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki emosi yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera. Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang (Martodihardjo, 1993: 171).
Ketiga, sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia
demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa
demokrasi tanpa dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada
penyalahgunaan kekuasaan, serta machiavelisme (menghalalkan segala cara
untuk mencapi tujuan).
* Tantangan pancasila sebagai sisitem etika
Hal-hal berikut ini dapat menggambarkan beberapa bentuk tantangan terhadap sistem etika Pancasila.
Pertama, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama berupa sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan semangat musyawarah untuk mufakat.
Kedua, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baruterkait dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan sosial karena nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu.
Ketiga, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa eforia kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya, munculnya anarkisme yang memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan kebebasan berdemokrasi.
2.3 Esensi pancasila sebagai sistem etika
Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama. Setiap prinsip moral yang berlandaskan pada norma agama, maka prinsip tersebut memiliki kekuatan (force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.
Kedua, hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang mengandung implikasi moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil dan beradab sehingga menjamin tata pergaulan antarmanusia dan antarmakhluk yang bersendikan nilai-nilai kemanusiaan yang tertinggi, yaitu kebajikan dan kearifan.
Ketiga, hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok. Sistem etika yang berlandaskan pada semangat kebersamaan, solidaritas sosial akan melahirkan kekuatan untuk menghadapi penetrasi nilai yang bersifat memecah belah bangsa.
Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat. Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
Kelima, hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata atau menekankan pada tujuan belaka, tetapi lebih menonjolkan keutamaan yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.
2.4 Penerapan nilai-nilai pancasila sebagai sistem etika dilingkungan kampus
Mahasiswa mempunyai peran penting dalam menjadikan pancasila sebagai sistem etika, karena mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa pemegang tongkat estafet kepemimpinan negeri ini. Mahasiswa salah satu faktor pendukung keberlangsungan dan kelestarian pancasila. Oleh karena itu mahasiswa harus tahu bagaimana cara menerapkan niai-nilai pancasila dalam segala aspek kehidupan sehari-hari dimulai dari lingkungan kampus. Penerapan nilai-nilai pancasila di lingkungan kampus sebagai berikut :
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai religius, yaitu : Kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. Setiap umat harus mempelajari agama dan mengamalkannya sesuai dengan kepercayaan yang dianut, yakni menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi laranganNya.
Penerapan Sila ini dalam kehidupan sebagai Mahasiswa, yaitu :
- Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai ajaran agama yang dianut.
- Toleransi antar umat beragama dan membina kerukunan antar Mahasiswa.
- Menjalankan perintah sesuai ajaran agama yang dianut.
- Saling menghormati antar umat beragama.
- Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada Mahasiswa atau orang lain.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengandung nilai-nilai perikemanusiaan, sebagai berikut :
- Pengakuan adanya harkat dan martabat manusia dengan segala hak dan kewajiban asasinya.
- Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia, terhadap diri sendiri, alam sekitar dan terhadap Tuhan.
- Manusia sebagai makhluk beradab atau berbudaya yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan keyakinan.
Penerapan Sila ini dalam kehidupan sebagai Mahasiswa, yaitu :
- Mengakui persamaan derajat, tidak membeda-bedakan Mahasiswa berdasarkan suku budaya, agama, warna kulit, maupun tingkat ekonomi.
- Menyadari bahwa setiap mahasiswa mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
- Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban sebagai mahasiswa.
- Mentaati peraturan yang berlaku dan tidak bersikap diskriminatif.
Sila Persatuan Indonesia mengandung nilai persatuan bangsa. Sila ini berhubungan dengan perilaku kita sebagai warga Negara Indonesia untuk bersatu membangun negeri ini. Hal-hal yang menyangkut persatuan bangsa, yakni:
- Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia serta wajib membela dan menjunjung tinggi Indonesia.
- Pengakuan terhadap suku bangsa dan kebudayaan bangsa yang memberikan arah dalam pembinaan kesatuan bangsa.
- Cinta dan bangga akan bangsa dan Negara Indonesia.
Penerapan sila ini dalam kehidupan sebagai Mahasiswa, yaitu :
- Menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.
- Meningkatkan prestasi di segala bidang terutama bidang yang dijalani.
- Bangga sebagai bangsa Indonesi, percaya diri sebagai Orang Indonesia.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan mengandung nilai-nilai kerakyatan, yakni :
- Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat.
- Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
- Keputusan diambil berdasarkan musyawarah .
- Mewujudkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil keputusan.
- Mewujudkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat.
Penerapan sila ini dalam kehidupan sebagai Mahasiswa, yaitu :
- Selalu mengedepankan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan suatu masalah.
- Tidak memaksakan kehendak pada orang lain.
- Mempunyai itikad baik dalam melakukan sesuatu
- Mengutamakan kepentingan
- Menerima apapun hasil musyawarah dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung nilai keadilan sosial. Sila ini berhubungan dengan perilaku kita dalam bersikap adil pada semua orang. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain :
- Perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan terutama di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.
- Perwujudan keadilan sosial meliputi seluruh rakyat Indonesia.
- Setiap warga negara mempunyai hak yang sama.
- Keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak milik orang lain.
Penerapan sila ini dalam kehidupan sebagai Mahasiswa, yaitu :
- Berusaha menolong sesama mahasiswa sesuai kemampuan dan saling gotong-royong.
- Berbuat adil dan tidak egois terutama dalam menyampaikan pendapat.
- Menghargai hasil karya orang lain dan tidak melakukan pembajakan.
- Tidak mengintimidasi orang lain dengan hak milik kita.
- Menjunjung tinggi nilai kekeluargaan dan kebersamaan.
- Menghormati hak dan kewajiban Mahasiswa lain.
- Tidak merusak prasarana umum dan menjaga kebersihan ditempat umum.
Nilai-nilai dalam Pancasila mengantarkan kita untuk melakukan segala sesuatu dalam rangka menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Nilai tersebut akan bermanfaat apabila nilai itu diterapkan atau diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam masyarakat maupun bangsa dan negara.
3.2 Saran
Melalui pemahaman nilai-nilai pancasila dan penerapan aturan, diharapkan setiap orang dapat mengetahui betapa pentingnya etika pancasila dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pentingnya memahami terlebih dahulu dan akhirnya dapat menerapkan etika pancasila dalam setiap aspek kehidupan. Sebagai warga negara Indonesia yang menganut ideologi pancasila sudah seharusnya menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar dan pijakan, nilai-nilai pancasila harus senantiasa diamalkan. Agar tercipta persatuan dan kesatuan antar warga Indonesia. Etika, norma, nilai dan moral harus senantiasa diterapkan dalam bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://sinarmentari4u.blogspot.com/2011/07/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika.html#!/tcmbck
https://diandametinambunan.wordpress.com/2016/12/31/implementasi-mahasiswa-terhadap-nilai-nilai-pancasila/
http://123789adt.blogspot.com/2016/09/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://melisamurzanita.blogspot.com/2018/03/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
https://misbahusurur24.blogspot.com/2018/01/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
https://nadhifwalisongo.blogspot.com/2017/06/pancasila-sebagai-sistem-etika.html
Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna (Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan dan Keamanan, :http://www.harypr.com/
Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum PENDIDIKAN PANCASILA Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan KEMENRISTEKDIKTI Republik Indonesia 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar